Rabu, 22 Oktober 2014

Profit Vs Ethic



Selamat Tahun Baru Pak Erwin,
         Saya baru berliburan ke satu kota yang sangat terkenal dengan industri pariwisatanya pada liburan natal dan tahun baru yang baru lalu. Selama hampir seminggu saya tinggal di kota itu saya tertarik untuk berinvestasi serta menjalankan bisnis yang berhubungan dengan pariwisata di kota itu dan mulai berpikir mau berbisnis apa. Namun sangatlah mengecewakan sikap dari beberapa pelaku bisnis yang “aji mumpung”  karena saya menjadi wisatawan lokal dan tidak dapat berbahasa lokal, harga-harga barang yang sebelumnya lebih rendah mendadak naik (terlihat dari price list yang baru dirubah) dan banyak yang menipu sana sini menjadi broker waktu saya mau membeli sesuatu dengan barang kualitas 2 atau 3 bukan seperti yang dijanjikan. Saya jadi berpikir ulang apa kota yang terkenal ramah ini mendadak berubah karena mengejar profit yang mumpung banyak wisatawan datang masih dapat saya pilih untuk investasi, karena kemungkinan wisatawan lain yang menjadi calon konsumen juga dikecewakan. Mohon pendapatnya.
Sunari – Bekasi
Dear Pak Sunari,
Pada bisnis pariwisata harus kita kenali ada masa-masa dimana dikenal dengan “high season” dimana permintaan sangat meningkat. Indonesia sebagai salah satu negara yang banyak hari liburnya adalah surga bagi industri pariwisata khususnya local. Dengan banyaknya hari libur berarti banyak kesempatan mendapat konsumen di “high season” tersebut.  “high season” bagi industri pariwisata berarti harga naik. Hal ini sangat wajar karena demand (permintaan) meningkat  sementara supply (penawaran) ada batasnya (seperti jumlah kamar hotel, jumlah tiket pesawat, jumlah taksi yang disewakan, jumlah kursi di rumah makan dll). Sekali lagi hal ini sangat wajar dalam industri pariwisata. Beberapa hotel/ penginapan malah menaikkan harga dari 10-30% pada waktu liburan kemarin. Perantara dalam indutri ini juga masih wajar. Yang tidak wajar adalah kalau harga sudah naik (naik tidak wajar jumlahnya), banyak perantara yang terlalu tinggi mengambil keuntungan dan kualitas produk menurun karena kebanyakan permintaan.
Saya percaya karena indutri ini adalah industri jasa yang akan menyebarkan informasi dari mulut ke mulut informasi yang baik maupun tidak untuk pelaku bisnis. Sangat disayangkan kalau informasi yang tidak mendukung malah menyebar. Bisnis yang tetap menjaga harga dan kualitas pastilah akan disukai konsumen. Pengalaman saya berpariwisata, rumah makan misalnya, yang harganya masih wajar dan kualitasnya baik akan dipenuhi pembeli. Yang “aji mumpung” juga dipenuhi pembeli, tapi hanya pada waktu  high season” dan setelah itu penjualan drop lagi. Konsumen tidaklah bodoh.
Jadi dalam industri pariwisata yang belum bapak pilih ini mau berbisnis di bidang apa sebenarnya peluangnya sangat besar apalagi di Indonesia. Menjaga etika pada waktu mendapat kesempatan pada permintaan yang meningkat juga akan membantu marketing bisnis bapak dengan lebih dipercaya. Gaya bisnis “hit and run” saat ini sudah tidak menarik lagi, para pebisnis sudah beralih ke bisnis yang bisa menjaga “continuous competitive advantage” agar mempunyai keuntungan yang berkelanjutan. Usul saya dengan melihat adanya gangguan yang baoak hadapi ini, ada kemungkinan banyak wisatawan yang juga dikecewakan. Ini dapat menajdi peluang bagi bapak membangun bisnis di kota itu dengan etis dan tetap profit.
Semoga jawaban saya yang singkat ini dapat membantu bapak. Artikel-artikel yang di tulis dapat dibaca juga di http://1000pengusaha.wordpress.com Untuk informasi lebih lanjut dan pertanyaan, pembaca dapat mengirim email ke erwin.halim.mba@gmail.com

Sumber : Koran Kontan, 03 Januari 2014
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar