Rabu, 22 Oktober 2014

Bekerjasama Dengan Mitra



Yth.  Bapak Erwin,

Saya diajak bekerja sama mengelola sebuah bisnis kuliner yang merupakan sebuah business start up. Pada mulanya saya berpikir kalau bisnis tersebut sudah berjalan, namun ternyata baru akan berjalan, hal ini terjadi dikarenakan ketidak jelasan pihak mitra. Apa yang harus saya persiapkan agar untuk berikutnya saya tidak salah mengerti dengan mitra saya ini yang nantinya memungkin an terjadinya konflik. Atas jawaban bapak saya ucapkan terimakasih.

Maya – Tebet, Jakarta

Dear Ibu Maya,
           Memulai sebuah bisnis dengan ketidakjelasan umumnya akan berakhir dengan konflik. Mulai dari hal kecil sampai hal besar dan akan timbul gesekan-gesekan antar pihak. Pada akhirnya saling kecewa, timbul konflik dan bubarlah kerjasama itu. Hal ini tentunya membuang energy dan biaya. Ini sebuah opportunity lost. Karena itu bermitra dalam bisnis apapun dimulailah dengan sebuah perjanjian yang jelas.
            Pertama, anda harus menggali visi dan misi dari kedua pihak agar jelas dan searah. Andaikata visi dan misi jelas namun tidak searah dengan visi dan misi anda sebaiknya jangan dilanjutkan. Meskipun jelas, tapi berbeda arah tetap saja akan menjadi masalah di suatu saat. Ini akan menjadi bom waktu. Kedengarannya hal ini klise, tapi inilah dasar dua belah pihak bekerjasama. Jangan memulai kerjasama dengan orang yang berbeda visi dan misi. Bermitra dapat dianalogikan seperti orang yang akan menikah. Perlu pendekatan dan kejelasan serta kepastian arah bisnis. Kalau masalah ini sudah jelas dan sama barulah dilanjutkan.
            Kedua, buatlah rule of the game. Siapa yang berperan sebagai siapa. Siapa yang menjadi manajer, siapa yang menjadi marketing, lalu siapa yang mengelolas uang dan produksi. Apakah ada pihak lain yang harus dibayar, akapah masalah keuangan diserahkan kepada karyawan dengan system informasi atau bagaimana. Bagaimana pembagian keuntungan, kapan dibagikan, bagaimana membaginya dan cara pembayarannya. Bagaimana jika kekurangan modal, bagaimana kalau mau mengambil prive dan sebagainya. Berapa banyak uang yang akan diivestasikan, berapa persen dan bentuk badan usahanya apakah berupa PT (perseroan terbatas), CV (perusahaan komanditer) atau bentuk lainnya. Di awal ini silakan kedua pihak saling terbuka dan berani untuk bertanya satu sama lain dengan detail. Sebaiknya pada tahap ini Ibu membuat sebuah MoU (Memorandum of understanding – nota kesepakatan) lebih baik lagi jika ini adalah sebuah kotrak kerjasama yang dicatatkan atau dibuat di depan seorang notaris.
            Tahap ketiga atau tahap berikutnya buatlah sebuah Business Plan. Business plan ini menjadi semacam arsitektur untuk menjalankan bisnis anda dengan mitra. Ini merupakan kelanjutan dari semua pembicaraan anda di atas semuanya. Dalam business plan ini ada rencana strategi, rencana produksi, rencana pemasaran, struktur organisasi dan rencana keuangan. Dapat dibuat detail namun juga dapat diperbaiki. Yang pasti minimal dalam jangka pendek (1 tahun) kedua belah pihak mempunyai goal/ target dalm menjalankan bisnis yang baru. Dalam rencana bisnis ini bulatlah sebuah scenario analysis. Scenario Analysis menyatakan bagaimana keadaan perusahaan dalam pencapaian terburut, normal dan pencapaian terbaik. Jangan lupa dalam setiap rencana yang dibuat harus dilakukan evaluasi agar pencapaian menjadi jelas apakah sudah sesuai atau belum.
            Semoga jawaban saya yang singkat ini dapat membantu Ibu. Artikel-artikel yang di tulis dapat dibaca juga di http://1000pengusaha.wordpress.com. Untuk informasi lebih lanjut dan pertanyaan, email ke erwin.halim.mba@gmail.com. Fb Erwin Halim MBA

Sumber : Koran Kontan, 22 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar